Tri, ''Dukun'' Kunci dari Kutosari
SUATU ketika, seorang calon pembeli mobil kebingungan. Saat melihat-lihat dan mencoba mengunci mobil yang ditawarkan pedagang di Pejagoan, Kebumen, ternyata kuncinya tertinggal di dalam.
Melihat hal itu, si pemilik mobil ikut panik. Sebab ia tentu tak mau gegabah dalam mengatasi hal itu. Apalagi barang dagangan tak boleh cacat atau tergores.
Di tangan Tri Wahyudi (48), si ''dukun'' kunci dari Jalan Mertokondo, Kutosari, Kebumen, semuanya beres. Dalam tempo kurang lima menit, tanpa peralatan, dan hanya memakai pengkait dari sapu lidi, pintu mobil bisa dibuka.
Suatu kesempatan, kisah Tri (panggilan akrabnya), seorang pengusaha kebingungan saat akan membuka brankas yang lama tak dipakai, sementara kuncinya telah hilang. Dengan tenang, Tri yang dipanggil ke rumah orang itu segera beraksi. Setelah melihat sesaat, berpikir dan menggerakkan brankas itu (tentu dengan teknis yang ia kuasai), bankras tanpa kesulitan bisa dibuka.
''Sebenarnya brankas itu tidak terkunci. Karena lama tak dipakai, jadi seret dan pemiliknya keburu panik,'' ungkap Tri.
Tak Diizinkan
Lelaki kalem itu dengan jujur mengakui, keahliannya membuat kunci duplikat seperti kunci lemari, kunci pintu rumah, kunci sepeda motor dan mobil itu warisan dari orang tua, Mangun Diharjo.
Keahliannya itu ditunjang oleh ilmunya saat belajar di STM Taman Siswa Kebumen. Ia mengaku tak terlalu sulit belajar ilmu perkuncian dari ayahnya. Padahal, semula Mangun Diharjo keberatan anaknya yang tamatan STM ikut terjun sebagai tukang kunci.
Tri sempat mencoba pekerjaan lain, termasuk menjadi kuli bangunan. Maklumlah, saat mulai mandiri tahun 1984, ia belum bisa menggantungkan hidupnya hanya sebagai tukang kunci. Belum tentu sehari datang order. Namun seiring berjalannya waktu, kini ia mantap menekuni profesi sebagai tukang kunci.
Dengan modal kerja bor, kikir, gergaji besi dan tanggem, ia sehari-hari bisa melayanai order pembuatan kunci sembari membuka kios, menjual bensin eceran di barat Pasar Mertokondo, Kutosari.
Dalam sehari ia mampu membuat 30 kunci berbagai jenis. Satu buah kunci ia hargai Rp 6.000. Berbeda dari dulu, bahan baku sekarang lebih praktis dari pelat besi dan dipasok oleh sales dari Semarang.
Yang paling banyak dipesan adalah kunci sepeda motor. Setiap hari selalu ada saja orang yang datang, meminta dibuatkan kunci untuk motornya. ''Satu buah kunci butuh waktu lima sampai enam menit untuk membuatnya,'' katanya.
Kepercayaan
Ia merasa tak rendah diri menjadi tukang kunci, sebaliknya bahkan bangga karena tidak semua orang bisa menekuni hal tersebut. Meski berulang kali ada anak muda mau berguru kepadanya, Tri menolak secara halus.
''Bukan apa-apa, kami merasa belum pantas menularkan ilmu. Lebih dari itu, ilmu ini kepercayaan dan kehormatan. Siapa yang menanggung bila saya berikan ke orang lain disalahgunakan untuk kejahatan,'' tandas bapak dua anak itu.
Meski penghasilan selaku ''dokter'' kunci hanya cukup untuk makan dan hidup berempat, Tri mengaku puas. Ia kini merasa mapan karena telah dikenal orang dan memiliki banyak pelanggan. Bila order berlebih, ia tak sungkan mengoperkannya ke kakaknya yang juga sebagai tukang kunci.
Ia menyatakan, bila ingin cepat kaya bisa saja menyalahgunakan keahliannya dalam membuat kunci. Namun seperti telah disumpah, Tri tak mau mengingkari ''kode etik'' sebagai seorang spesialis kunci.
Ia lebih tenang hidup secukupnya, namun pelanggan tetap mempercayainya. Lelaki itu pun tak tertarik terjun ke politik, karena ia nilai penuh intrik dan lebih bermotif uang. Ia lebih suka sebagai tukang kunci, dan menjadi manusia bebas.
Sumber
http://www.suaramerdeka.com/harian/0606/26/ked16.htm